Sebagai pekerja kantoran, setiap hari saya biasanya berangkat ke kantor sebelum pukul 8 pagi dan tiba kembali di rumah sekitar pukul 9 malam. Kira-kira sekitar 12-13 jam berada jauh dari rumah dan keluarga. Dulunya ini adalah kebiasaan masa bujang. Pergi pagi pulang malam bukan masalah. Lagipula pada saat itu siapa yang peduli? Pulang ke rumah lebih awal pun buat apa. Tapi kebiasaan ini terbawa sampai sekarang. Bahkan sampai saya berkeluarga dan punya 2 orang anak.
Waktu untuk diri sendiri juga hampir tidak ada. Olahraga, hanya sesempatnya. Rekreasi? apa lagi. Dunia saya hanya dipenuhi dengan target kerjaan, sampai mimpi pun lokasinya masih di area kantor. Begitu mendarah-dagingnya dedikasi saya untuk perusahaan. Ha.. ha.. ha..
Kemudian saya mengalami semacam proses menerobos waktu. Semua terjadi sangat cepat. Shofy, anak saya yang pertama sudah bisa belanja jajanan sendiri ke warung. Syifa, si bungsu mulai lancar bicara. Semuanya seakan terjadi hanya dalam hitungan pekan. Hal terakhir yang masih segar di ingatan saya adalah melihat mereka menangis di gendongan suster yang membantu persalinan istri saya. Entah kapan mereka belajar ini-itu.
Lalu akhirnya saya mulai sadar, bahwa terlalu banyak waktu yang saya habiskan tanpa keluarga. Praktis saya hanya menggunakan 2-3 jam berinteraksi dengan keluarga setiap harinya. Saya kehilangan momen berharga saat Ummi menyuapi keduanya bergantian, atau saat Shofy dan Syifa belajar berjalan untuk pertama kalinya sambil tertatih, atau saat keduanya bertengkar berebut mainan. Dan biasanya hampir setiap hari sepulang kantor, salah satu atau keduanya sudah tidur. Saya lagi-lagi kehilangan momen mengantar mereka tidur.
Saya coba realistis. Dengan jumlah jam kerja saya yang 12 jam sehari, produktifitas kerja saya ternyata tidak selalu lebih bagus daripada mereka yang bekerja 8 jam sehari. Bahkan, dibanding mereka yang bekerja paruh waktu. Beberapa penelitian menunjukkan, bekerja dengan jam yang panjang akan memiliki efek yang buruk terhadap prestasi kerja. Pun, penelitian tentang kesejahteraan dan jam kerja menunjukkan bahwa semakin lama jam kerja, semakin menurun produktivitas karyawan.
Di satu sisi, sebagai kepala keluarga, orang biasanya akan bekerja dengan penuh semangat dan dedikasi tinggi untuk perusahaan tempatnya bekerja. Implikasinya adalah demi memenuhi kebutuhan keluarga. Namun di sisi lain, keluarga butuh kehadiran si kepala keluarga secara konkret. Dan ini yang biasanya menjadi masalah bagi pekerja kantoran seperti saya.
Tahun ini saya mulai mengadopsi prinsip 8-8-8. Kerja 8 jam, istirahat 8 jam dan bersama keluarga 8 jam. Prinsip kerja yang sebenarnya sudah lama ada, namun perlahan-lahan menghilang karena dianggap tidak relevan dengan budaya kerja keras. Secara sosiokultural juga sepertinya sangat sulit diimplementasi di dunia kerja Indonesia, di mana para pekerja normalnya bekerja 12-15 jam sehari.
Gerakan ini, 8-8-8 movement bahkan sudah membudaya di negeri seberang sana, Melbourne, Australia. Selepas pukul 17:00, yang bisa anda saksikan adalah para pekerja kantor yang memenuhi transportasi publik dan pulang ke rumah. Dan di malam hari, jalanan akan terasa sepi. Hampir tidak ada mobil lalu lalang dan kebanyakan penduduknya sudah di rumah masing-masing. Kalau pun mereka lembur di malam hari, alih-alih menghitungnya sebagai tambahan penghasilan, jam lembur itu mereka kumpulkan untuk dikonversi menjadi hari cuti. Sebegitu berharganya waktu bersama keluarga buat mereka.
Hal yang mungkin lebih pasti adalah bahwa dengan mengalokasikan lebih banyak waktu buat diri dan keluarga, maka semakin baik buat saya. Rugi rasanya kehilangan setiap detik berharga bersama anak-anak.
semangat kakak ^^
apa diantara 8-8-8 itu masuk kegiatan poto poto sama daiping? :))
Nice to read. Bro
Nice bro, makes me “galau” ????
Galau kenapa?
aduh, paling suka dengan question endingnya : My lil kids, are you ready for some bumbling balloon?
it sounds very nice. hoho *.*
*membayangkan anak-anak yang berlari ceria menyongsong ayahnya*
mas gak coba bisnis online? biar waktu bersama keluarga bisa 100 persen..
alhamdulilaah aku justru pingin kerja kantoran lo, bisa ketemu orang lain hehe.. kalo kerja di rumah begini ya yg ketemu orang rumah terus, bosen jugak..