Blog

Drumming No More – End of the Story

Ini adalah tahun ke tiga sejak saya putuskan punya satu set SONOR drum yang dengan semangat 45 saya kostumisasi menjadi drumset idaman. Gara-garanya adalah terinspirasi sama setupnya Denny AJD yang dia namain ‘Ergonomic Setup’. Meskipun gak bagus-bagus amat (secara drum saya sebenarnya level entry) tapi cukup menguras effort dan biaya. Iyalah hunting cymbal, nyari drum head, ngejar signature series sampe gotong-gotong bass drum. Saya sebenarnya sih gak hebat-hebat amat main drum, tapi punya drumset sendiri adalah hal lain.

SONOR drum ini saya setup pakai konfigurasi ergonomis. SONOR drum Force series, 1 Snare, 1 high-tom mid-tone, 2 floor-tom, 1 bass drum, 12″ hihat, 16″ Sabian Virgil Donati Signature Saturation Crash, 16″ Paiste Alpha Medium Crash, 20″ Sabian AAX Stage Ride, 8″ A Zildjian Fast Splash Crash, 10″ A Zildjian Splash Crash, 22″ & 14″ Wuhan China, Rhythm Tech DST Double Half Moon Tambourine, DFP-9315 Yamaha Flying Dragon Double Pedal, Iron Cobra Beater (main bass), Zildjian Dennis Chambers Signature Double Stick, Chelstix Drumsticks, dan semua setup ini pakai hardware Yamaha.

SONOR drum
SONOR drum. Penampakan Terakhir

Jangan tanya harganya berapa karena saya sendiri udah lupa berapa kalau ditotal. Yang pasti saya sampai harus kucing-kucingan sama bapak kost karena keseringan nunggak sewa kostan.

Saking pinginnya total, saya sampai ikut kursus drum di sekolah musik Yamaha selama hampir dua tahun. Meskipun sering bolos, tapi itu sudah cukup memberi skill dasar membaca notasi dan beberapa teknik dan trik. Lalu kemudian saya punya grup musik dan ikut beberapa festival dan jadi band pengiring abal-abal di beberapa kesempatan (note abal-abalnya).

Kenapa drum? Kenapa bukan gamelan? Karena kalau gamelan nanti dikira pengiring acara sunatan. Well, menurut saya drummer itu adalah orang terkeren pertama dalam sebuah grup musik. Orang terkeren kedua adalah promotor, dan terkeren ketiga adalah penonton. Vokalis tidak termasuk orang terkeren, apalagi kalau vokalisnya pake poni lempar.

So, drummer biasanya diletakkan paling belakang sendirian. Ini sempurna buat saya karena bisa mewujudkan impian masa sekolah saya yang tidak pernah kesampean, yang mana saya dulu selalu diobjek-penderitakan oleh teman sekelas sebagai murid yang dijadikan tameng dari amukan guru matematika. Saya selalu duduk paling depan sendirian. Selain itu drummer bisa kabur paling cepat dan lebih aman dari lemparan botol air mineral dari para penonton. Drummer itu cool, tidak perlu banyak ekspresi. Enaknya lagi, drummer biasanya berhak minta asisten khusus, secara alat musiknya gak mungkin dong dibawa sendirian karena rempong. Gak seperti gitaris, bassist, keyboardist yang alat musiknya bisa digotong sendiri masing-masing. And so on.. and so on..

Tapi itu dulu.

Sekarang SONOR drum saya sudah dibeli orang. Ya iya lah karena saya jual.

So, I don’t play drum anymore. Don’t ask why, I just do this for some reasons I will not tell. The good news is that I earn money from selling it.

Banyak juga sih teman yang menyayangkan. Tapi itulah resolusi. Awalnya mau saya batalin saja. Tapi setelah nekat, ternyata gak kejadian apa-apa tuh. Saya bisa tetap enjoy meski tanpa main musik lagi. Dimulai dengan menjual SONOR drum kesayangan saya ini.

I don’t play drum anymore. Period.

8 comments on “Drumming No More – End of the Story

  1. nanti kalo tiba2 kangen ingin ngedrum lagi, hati2 itu panci ama galon aqua jangan dijadiin pelampiasan ya… hehe… btw, gw pindah alamat euy, mampir yak

  2. waa.. drumnya dijuall.. manknya what’s wrong with music nih? huehhe.. yasud.. yang penting ur life’s still going on kan? 🙂

  3. hwalaaaah…rugi yah dijuwal. padahal banyak orang pengen banget bisa beli drum… seperti akyu 😀 tapi karena akyu ini vokalis jade pengennya mbeli mic aja yaks? hehehe… btw kenapah, Cha? Kenapa gak mao lage bermusik? 🙁

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *