Mama

Orang bilang emansipasi wanita itu adalah dengan menempatkan posisi wanita sejajar dengan pria. Semakin hari semakin kabur saja defenisi ini. Wanita sudah mulai kehilangan jati diri gara-gara slogan emansipasi. Sayangnya, banyak yang tidak sadar. Ruginya lagi, banyak pihak yang coba memanfaatkan.

Dimana letak penghargaan kepada wanita kalau si wanita dengan slogan emansipasi membiarkan tubuhnya digerayangi dengan sangat bernafsu setiap mata pria yang melihatnya, contoh kecil. Banyak contoh kesalahan pendefenisian emansipasi yang lain yang menurut saya biar orang tau sendiri. Sunnatullah, wanita sudah ditempatkan di tempat yang sangat terhormat. Dihargai sebagai seorang yang penuh pesona *halahP :D, menjadi ibu, mengurus rumah tangga, mendidik anak. Dengan begitu wanita selalu terposisikan di tempat yang sangat terhormat. Tugas pria lah yang menghidupi dan melindungi, bercapek-capek, berkeringat dan kalau perlu berdarah. Menurut saya, itu sudah sangat bijaksana.

Analoginya, wanita itu berlian. Diolah atau tidak, tetap saja berkilau, tetap saja dicari-cari. Sementara pria adalah mesin tambangnya, pisau pemotongnya, laser pengukirnya. Mengolah dan menjaga supaya berlian selalu bersinar. Menempatkannya sebagai liontin, mata tongkat atau kepala mahkota. Berlian tidak perlu berteriak untuk menarik perhatian. Tidak perlu berdarah untuk bisa bersinar. Berlian hanya perlu menjaga dirinya sebagai berlian.

Saya punya banyak berlian di rumah. Seorang ibu yang saya panggil Mama dan 3 orang adik perempuan. Mereka tidak seperti berlian-berlian lain di luar sana. Mereka jauh lebih bersinar. Mama pernah berpesan pada ketiganya, suatu saat nanti saat semuanya menjadi ibu, jadilah yang lebih baik dari Mama. Sebuah tantangan yang berat. Ah, beruntungnya saya punya Mama seperti beliau. Mengingat beliau, yang terbayang adalah senyum, wajah penuh kasih dan kehangatan. Sosok yang membuat saya mengerti benar apa arti emansipasi wanita.

Fakta yang masuk akal bahwa berlian yang sempurna diperoleh dengan penambangan yang sempurna, laser pengukir yang sempurna dan keterampilan yang sempurna. Dan saya belum sesempurna itu.

Dedicated to my Mom. I love you, Mom..

8 comments on “Mama

  1. cha.. 1000% gw sependapat !! uraian yang bagus.
    Sayangnya cha, banyak kaum perempuan yang tidak berfikir sama dengan uraian kamu. Kata mereka sih itu dah kuno, kini saatnya aktualisasi diri, expose diri se expose mungkin. bahkan (maaf) yang udah berjilbab pun msh berpikir sama dg yang msh jahil..

    gw jg nggak tau ntar istri gw kayak gmn *halah, nikah jg msh jauuuuh.. :p*..
    gw pengen nya si dia tetep jadi berlian yang bersinar. Aamiin.. 🙂

    thnx cha, uraian yang bgs bgt.

  2. sayangnya jaman sekarang juga banyak penambang yang bajakan yang gak punya skill, kerjanya engga bener tapi maksa berliannya ngasih sinar yang lebih.

    belum lagi, sudah jadi istri yang baik nih , ngelayanin suami di rumah. Tapi yang ada misua malah kepincut sama wanita yg punya karir ha..ha…

    ada sebab ada akibat juga sih. Ngarepin perempuan bisa jadi perempuan di rumah, yah kerja keras penuhi kebutuhannya dong. Tapi hari giniii, perempuan udah ngurus rt udah ngurus anak tapi tetep ditambah beban kepikiran secara ekonomi karena misuanya gak sanggup menuhin kebutuhan hidup walaupun cuma kebutuhan hidup yang standar.

    Bisa diliat deh contohnya. Ibu saya mestinya gak perlu keringetan kerja tiap hari di kantor andai saja ayah saya bisa menuhin semua kebutuhan hidup standar , tapii manaaa?

    Hanya beberapa wanita beruntung yang bisa tetap di rumah , ngurus rumah, gak perlu banting tulang di luaran. Enak memang, saya juga mauu.

    Tapi sayang, gak semua orang seberuntung itu. Terlalu ideal , cha.

  3. waah.. postingan yang apik.

    tapi jangan terlalu merendah lah
    “Fakta yang masuk akal bahwa berlian yang sempurna diperoleh dengan penambangan yang sempurna, laser pengukir yang sempurna dan keterampilan yang sempurna. Dan saya belum sesempurna itu.”
    nobody’s perfect, right 😉

    thanks dah mampir di blog-ku yah

  4. UNDANGAN KOPDAR: Peluncuran Novel “Perempuan, Rumah Kenangan” karya M Aan Mansyur. Sabtu 19 Mei 2007, 15.30 – selesai. Di Kafe Ininnawa – Tamalanrea.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *