Pagi itu matahari belum juga bersinar. Dengan penuh semangat, bergegas saya menjejal tas dengan maket menara, proyektor, benang tasi, kertas origami, lem kertas dan kartu remi. Tas satunya lagi berisi laptop dan kamera saku. Istri saya tidak kalah semangatnya membantu menyiapkan pakaian dan sarapan. “Tenang.. Abi pasti bisa,” katanya.
Saya tidak pernah berangkat dengan pakaian kantor ke mana pun sepagi itu. Tapi hari itu berbeda. Saya akan berangkat ke SD Negeri Karuwisi 2 Makassar. Murid kecil di sana sudah menunggu untuk bermain bersama. Hari itu adalah Hari Inspirasi. Saya sangat beruntung bisa terpilih menjadi relawan pengajar di Kelas Inspirasi Makassar. Untuk yang mau tau kenapa saya bisa terpilih, baca ini yuk.
Hari Inspirasi SDN Karuwisi II Makassar
Ruangan kelas ramai dengan anak-anak yang asik bermain ketika saya tiba. Mereka tidak peduli dengan kondisi sekolah mereka yang memperihatinkan. Bangunannya perlu pembenahan. Dinding kelas banyak yang retak. Langit-langitnya menggantung. Kebersihan dan sanitasi sangat tidak layak. Bahkan mereka telah kehilangan halaman sekolah untuk proyek pelebaran jalan. Selain di dalam kelas masing-masing, entah di mana lagi mereka bisa bermain. Dan sejak mereka kehilangan halaman sekolah, tidak pernah lagi ada upacara bendera di sekolah ini. Kebanyakan murid di sini berasal dari keluarga berlatar belakang ekonomi menengah ke bawah. Dari wali kelas, saya tau bahwa beberapa orang tua murid adalah pengemis jalanan. Anak-anak ini harus membagi waktu antara sekolah dan bekerja. Selepas sekolah, tidak sedikit yang bekerja menjaja koran di bawah jembatan layang hingga petang.
Bel masuk dibunyikan. Para wali kelas mempersilakan kami beraksi. 7 relawan pengajar, 3 fotografer, 2 videografer. Kami menghambur dengan sangat semangat.
Saya mendapat jatah kelas IV untuk jam pertama. Sekira 50 murid sudah menunggu di dalam. Rupanya pihak sekolah berinisiatif menggabung kelas pagi dan siang pada hari itu. Setelah memperkenalkan diri sebagai insinyur (saya memilih menggunakan kata ‘Insinyur’ dibanding ‘Telecom Engineer’ yang mungkin terdengar asing bagi anak-anak), saya pun mengatur laptop dan proyektor.
“Anak-anak, siapa yang punya cita-cita menjadi insinyur?”
Kelas hening. Tidak ada yang angkat tangan. Sampai seorang murid pelontos berdiri, “pak guru, apa itu insinyur?”
Bingo! Pertanyaan yang saya tunggu-tunggu. Dengan pertanyaan ini, maka rasa ingin tahu dari seisi kelas terpancing.
Maka mulailah saya bercerita mengenai insinyur. Bahwa menjadi Insinyur mengharuskan saya untuk mengerti sistem komunikasi yang dimediasi oleh menara. Tentu saja saya bercerita dengan bahasa anak-anak. Lalu saya tunjukkan foto-foto menara Eiffel di Paris, menara Petronas di Kuala Lumpur, menara Monas di Jakarta hingga menara telekomunikasi yang sering mereka lihat di pinggir jalan. Mereka sangat antusias. Maket menara yang saya bawa pun jadi rebutan.
Suasana menjadi semakin seru saat saya membagi mereka dalam 6 kelompok. Masing-masing kelompok akan berlomba membangun menara dari kartu remi yang sudah saya siapkan. Kelompok yang satu selesai, kelompok lain tidak mau kalah. Ada yang membuat menara 3 tingkat, ada yang 6 tingkat.
“Nah, sekarang siapa yang punya cita-cita mau jadi insinyur seperti Bapak?”
Seisi kelas berebut angkat tangan lebih tinggi dari temannya. Saya sangat terharu. Mereka tidak mengenal profesi insinyur 35 menit yang lalu, sekarang mereka berteriak ingin jadi insinyur dengan mata berbinar-binar.
35 menit terasa sangat singkat. Namun saya harus berpindah ke kelas lain. Kami memang melakukan perpindahan kelas setiap 35 menit sesuai jadual yang kami sepakati sebelumnya.
Di luar kelas, ibu dokter, bapak dosen, bapak pengusaha dan rekan relawan lain juga baru saja keluar dari kelasnya masing-masing.
****
Jam berikutnya, sesuai jadual saya harus masuk ke kelas 2. Saya sudah siap dengan kejutan baru. Sesuai dugaan, murid kelas 2 jauh lebih heboh dari kelas 4. Saya tau mereka tidak siap dengan metode pengajaran literasi. Mereka lebih tertarik dengan alat peraga, gambar, video dan permainan. Dan saya sudah siap menghadapi makhluk-makhluk kecil menggemaskan ini.
Selain bermain ‘Susun Menara’, kali ini saya menyiapkan permainan ‘Jemuran Cita-cita’. Setiap anak mendapat selembar kertas origami berwarna. Mereka akan menulis nama dan cita-cita mereka. Bagi yang belum lancar menulis, boleh minta bantuan pada temannya atau pada saya. Kertas ini akan mereka pajang pada tali tasi yang saya siapkan menggantung di dinding kelas, mirip jemuran baju.
Awalnya semua berjalan rapi, satu-persatu anak-anak maju ke depan kelas menerima kertas origami. Lalu tiba-tiba seisi kelas menghambur ke depan. Ada yang naik ke atas meja, ada yang melompat ke punggung, ada yang menarik-narik baju. Saya sangat menikmati setiap detik kejadian ini. Membiarkan mereka meluapkan antusiasme dan kegembiraan bermain dengan saya. Ibu wali kelas yang menonton dari luar sempat kelihatan panik menyaksikan kericuhan ini, namun saya pastikan pada beliau bahwa semua baik-baik saja. Hingga akhirnya Jemuran Cita-cita terpajang indah di antara dinding-dinding retak.
Mereka akan mengenang peristiwa ini. Cita-cita mereka telah tertulis mantap. Keyakinan itu harus terus tumbuh dan mengakar kuat.
Dua kelas telah selesai. Saya masih punya jadual 1 jam pelajaran lagi untuk kelas 1. Pakaian saya berantakan, rambut awut-awutan, baju basah oleh keringat, suara saya juga sedikit serak. Bermain dengan anak kelas 4 dan kelas 2 benar-benar menguras energi.
Dari jauh saya bisa menyaksikan murid kelas 1 yang sudah menanti dengan penuh harap di depan kelas mereka. Saya belum boleh berhenti.
Murid kelas 1 ternyata jauh lebih lincah, lebih banyak bertanya, dan lebih teliti menerima jawaban. Saya lebih banyak bercerita tentang jalan-jalan keliling Indonesia demi pekerjaan. Permainan ‘Susun Menara’ dan ‘Jemuran Cita-cita’ tidak ketinggalan. Kali ini lebih meriah, dan lebih menguras energi. Kami larut dalam tawa. Anak-anak senang, semua senang.
Bertemu Manusia Istimewa
Dengan adanya Kelas Inspirasi, saya bertemu banyak manusia istimewa. Para relawan pengajar, relawan fotografer, videografer dan panitia semuanya bekerja dengan sangat luar biasa. Mereka profesional hebat di bidangnya masing-masing, yang meluangkan waktu 1 hari untuk cuti demi menginspirasi anak-anak SD. Tidak ada fasilitas, tidak ada imbalan.
Selain menginspirasi anak-anak, profesi mereka juga memberi banyak inspirasi pada saya. Ketekunan, totalitas, semangat pantang menyerah, semuanya. Saya juga belajar banyak dari para guru yang tidak berhenti berbakti meskipun penuh keterbatasan fasilitas. Saya banyak terinspirasi dari murid-murid kecil yang sangat polos, antusias dan bersemangat untuk terus belajar seakan tidak menyisakan tempat untuk kesedihan di masa depan.
Suasana haru terjadi di akhir rangkaian kegiatan hari itu. Kami sudah menyiapkan puluhan balon gas yang kami bagikan ke tiap anak. Mereka berkumpul di pekarangan sekolah yang sangat sempit. Ada yang menyelipkan tulisan nama dan cita-cita mereka di tali pengikat balon gas. Lalu kami semua berkumpul dan melepas balon gas tinggi-tinggi ke langit.
Bangga dan bahagia bisa menjadi bagian dari kegiatan istimewa ini. Masa depan tampak lebih cerah bila manusia Indonesia punya optimisme tinggi.
Berikut ini video dokumentasi kegiatan Kelas Inspirasi dari tim kami. Terimakasih untuk Andi Mattuju dan Adhar Mattuju untuk video yang sangat istimewa ini.
Daripada sibuk mengutuki kelegapan, lebih baik mari menyalakan lilin.
let’s inspire & be inspired.. π
Let’s do it again!
luar biasa!
kisah yang sangat inspiratif. Selamat utk Ucha yang sudah terpilih jadi salah satu pengajar di kelas inspirasi.
kamu memang layak!
Masya Allah luar biasa sekali kegiatannya. Inspiring!
Keren, salut, ih pgn ikutan donk sahabat, ikut belajar bersama dengan para malaikat kecil, tp jauh sekali ya makasar itu ^^
Kita’ juga istimewa, ikhlas menyempatkan diri untuk mengajar anak2 itu. Semoga kelak ada yang menjadi insinyur di antara mereka. Sy, juga dari FT, Elektro Telekomunikasi, tapi memilih jadi ibu rumahtangga untuk 3 buah hati saya.
Saya datang di Refleksi Kelas Inspirasi kemarin, diajak sama Bunga. Saya liat ki’ dengan 2 putri cantik ta’… π
Saya baru saja posting ttg reportase saya menyaksikan Kelas Inspirasi, kalo berkenan silakan berkunjung, membaca2 pandangan orang ketiga ttg Kelas Inspirasi di SD Inpres Karuwisi π
TUlisan yang menarik, senang membacanya terutama di bagian reaksi anak2 itu
Terimakasih, kakak.
Tahun depan ikut yah.
Mas Ucha, benar-benar luar biasa… Salut saya Mas dengan kegiatan ini… π
salut sama semua orang-orang yang sungguh luar biasa yang mau berbagi seperti ini, saya hanya bisa membantu dengan doa, semoga kegiatan ini terus berlangsung untuk menjadikan anak-anak bangsa yang kian cerdas… Aamiin π
very inspiratif mas broo…semangat!
andai byk kegiatan keren spt ini di sana ya bro π
Terimakasih sudah datang dan memberikan inspirasi kepada Anak2 di SD Negeri Karuwisi. Semoga kelak ada dari mereka yang bercita-cita sebagai engineer seperti bapak Ucha ^_^
Membayangkan keseruannya. Ah, pasti menyenangkan π
sungguh…jadi manusia bermanfaat pasti sangat menyenangkan…
terharu, keep moving guys..
salam dari samarinda π
terima kasih pak insinyur π
Kangen π