Blog, Family

Menjadi Ayah Hebat

Ucha Weblog
Ini adalah postingan terbaru saya setelah dua abad tidak posting apa-apa. Beberapa hari yang lalu saat sedang blogwalking saya nyasar ke blog ini. Ini blog siapa kok gak pernah update?

Ternyata blog saya sendiri.

Dan ini lah kenapa saya memutuskan untuk menulis blog lagi.

Anyhow, setelah punya anak baru deh terasa berharganya waktu luang. Dengan aktifitas kantoran yang 5/7, di mana rata-rata jumlah jam yang saya habiskan di kantor adalah 10 jam perhari, saya nyaris tidak berinteraksi dengan anak-anak di waktu-waktu produktif mereka. Berangkat ke kantor sejak pukul 8 pagi, saya biasanya tiba kembali di rumah pada pukul 9 malam, saat Shofy dan Syifaa sudah tidur. Otomatis waktu kumpul bersama keluarga adalah Sabtu dan Minggu saja.

Instead of make them a good rest time, hari Sabtu dan Minggu saya booking full. Demi mengganti waktu buat keluarga yang habis terpakai kerja di kantor, saya dedikasikan akhir pekan untuk istri dan anak saja. Semua aktifitas harian akan saya ambil alih. Tentu saja istri saya senang bukan main dengan ide brilian saya ini. Karena itu berarti istri saya dapat jatah istirahat penuh dua hari di setiap pekannya.

Sesuai kesepakatan, maka sejak itu setiap hari Sabtu dan Minggu saya akan mengambil alih semua tugas istri di rumah tanpa kecuali. Memandikan anak-anak, memberi makan, nemanin main, mencuci baju, mencuci piring, memasak, bersih-bersih rumah, sampai tawar-menawar dengan penjual sayur.

Pekan pertama, saya kewalahan.

Setelah dua pekan, saya mangkir.

Sebulan kemudian, saya menyerah.

Dan dengan mempertimbangkan hasil masakan saya yang mengkhawatirkan, saya dan istri akhirnya memutuskan mengakhiri ke-sok tau-an saya. Kami sepakat berkolaborasi saja.

Meskipun saat itu setuju dengan ide saya, Istri saya sudah was-was sejak awal.

Saya ngaku, kerjaan rumah tangga itu membutuhkan effort yang besar. Bukan hanya stamina, faktor psikologi dan emosi punya peran yang sangat penting di sini. Ada tanggung jawab dan kasih sayang yang saling bermutualisasi. Konsentrasi saya belum bisa bekerja sama dengan baik di saat perhatian tertuju pada masakan yang mulai menunjukkan bentuk aneh dibuyarkan oleh pemandangan mengerikan seorang anak 1 tahun sedang mencelup-celupkan blackberry Ayahnya ke bubur makanan.

Ini sekaligus menjelaskan kenapa emansipasi, yang umumnya disuarakan oleh kaum perempuan tidak bisa diimplementasikan mentah-mentah. Apa yang biasa dilakukan oleh laki-laki mencakup aktifitas, ruang lingkup, kapasitas, tanggung jawab sampai faktor manfaat juga mau dikerjakan oleh perempuan. Dan begitu pun sebaliknya. Meski pun dalam aplikasinya, emansipasi ini lebih pada “kalau laki-laki boleh, kenapa perempuan tidak?” dibanding “itu kan kerjaan laki, kenapa harus perempuan?”

Oke, kita permudah analoginya. Beberapa kejadian akan lebih banyak seperti ini:

“Kalau lulus nanti, aku mau jadi petinju.”
“Loh, Sumiyem, kamu kan perempuan. Masa jadi petinju. Jadi dokter anak aja yah?”
“Emansipasi dong. Gimana dunia ini mau maju kalo kaum perempuan gak boleh lakuin kerjaan laki!”

dibandingkan begini:

“Sumiyem. Bantuin dong, berat nih. Dari tadi kamu gak bawa apa-apa. Liat tuh yang lain pada ngangkat bata.”
“Enak aja. Ngangkat-ngangkat itu kerjaan laki. Tega amat kamu!”

See?

Saat suatu hal dianggap menguntungkan, atau sesuai dengan yang diinginkan, maka emansipasi akan diatas namakan. Sebaliknya saat hal itu merugikan, emansipasi ditiadakan. Standar ganda.

Saya akan cerita tentang hubungan emansipasi ini dengan kelangsungan hidup cacing tambang di postingan saya berikutnya.

8 comments on “Menjadi Ayah Hebat

  1. Hehehe puji syukur kalo kamu menyadari betapa kerjaan rumah tangga itu sulitnya luar biasa hihihi…
    Tapi ada baiknya juga kamu punya keinginan untuk membantu, aku yakin si istri sudah happy bukan kepalang karna kamu bisa berpikiran spt itu 🙂 Kebanyakan pria mana mau mikirin apalagi mencoba. Hehehe…

  2. Tak semua laki2 mau melakukan kerja rumah tangga.
    Jadi kalau ada suami yang mau membantu istrinya, harus diacungi jempol karena itu artinya keduanya sama2 saling menghargai pasangan. Tentu saja bicara emansipasi tidak melulu hitam dan putih, tapi memang harus saling bicara enaknya bagaimana 🙂

  3. ya ampyun cha, anaknya sudah 2?? weehh …selamet menikmati hari-hari menjadi ayah yahh!

    Kami wanita, memang setuju dengan emansipasi, tapi tentu saja yang menguntungkan kami! LOL

  4. cha…kita senasip sob…aku tiap 3 hari di rumah,..1 hari kerja..mau pegang laptop nyuri-nyuri aja..tiap beberapa menit ada alarm dari si kecil, entah udah EE, atau rebutan mainan dgn kakaknya…belu lagi aku kena jam malam , istri ngomel-ngomel kalo udah di atas jam 11, padahal lagi tanggung…tapi itulah seninya,,,oi to sob….

  5. Wah, setelah membaca blog anda, saya acung jempol buat Ucha…
    Mau mencoba berganti peran walaupun akhirnya mnyerah…
    Jangan lupa kolaborasi harus itu…!!!
    Oiya, saya punya usul tulisan anda sebenarnya sangat layak diterbitkan jd buku, siapa tau jadi “Best seller” lumayan hobby jadi duit…
    Coba kirim naskah tulisan2 ke PT.Gramedia…

    Salut Pak Ucha…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *