Saya tiba di rumah dengan rasa lelah yang luar biasa. Hari itu saya tidak dalam suasana hati yang baik. Pekerjaan di kantor berantakan. Saya harus bekerja lebih lama sebelum boleh meninggalkan kantor. Hari sudah malam ketika saya pulang. Begitu mau jalan, ban motor kempes dan saya harus mendorong motor beberapa ratus meter sebelum akhirnya ketemu tukang tambal ban.
Lalu perjalanan terhambat gara-gara macet luar biasa oleh truk yang melintang di tengah jalan. Bannya pecah, truknya terguling karena muatannya berat. Material bangunan berhamburan di jalanan. Perjalanan pulang akhirnya jadi sedikit lebih lama.
Beberapa kilometer sebelum tiba di rumah, saya diserempet anak muda ugal-ugalan yang sedang balap liar dengan temannya. Kami sama-sama jatuh, tapi si anak muda ini bisa segera bangkit dan kabur, meninggalkan saya yang masih terduduk di pinggiran aspal dengan luka lecet di sana-sini. Kaca spion motor patah, bodynya juga pecah. Saya memaki-maki dalam hati.
Tidak ada yang terpikirkan saat itu selain segera tiba di rumah dan tidur. Makan malam mungkin akan saya lewatkan saja. Lagipula malam sudah terlalu larut. Shofy, Syifa dan Ummi juga mungkin sudah tidur.
Seperti biasa, motor saya parkir di halaman belakang. Luka lecet saya sembunyikan sebisa mungkin agar tidak terlihat. Saya sudah akan segera masuk rumah ketika Shofy dan Syifa menghambur sambil berteriak, “Abi datang! Abi datang!” Mereka berebut minta digendong. Di belakang mereka Ummi berdiri dengan senyum khasnya.
Shofy antusias bercerita tentang buku barunya yang dibelikan Ummi di pasar tadi pagi. Shofy memang belum bisa membaca, usianya baru akan 4 tahun beberapa bulan lagi. Sambil membolak-balik buku, Shofy terus bertanya ini-itu. Syifa tidak kalah girangnya. Dia juga dapat pensil dari Ummi. Dinding kamar kami sudah penuh dengan coretannya seharian tadi.
Saya menikmati detik demi detik situasi ini. Anak-anak yang riang dan istri yang menyambut hangat adalah segalanya. Saya tidak bisa berharap lebih baik dari itu. Kadang saya mengutuki waktu yang banyak saya lewatkan tanpa mereka. Sebagai pekerja kantoran, setiap hari saya berangkat ke kantor sebelum pukul 8 pagi dan tiba kembali di rumah sekitar pukul 9 malam. Sekira 10-13 jam berada jauh dari rumah dan keluarga. Dulunya ini adalah kebiasaan masa bujang. Pergi pagi pulang malam bukan masalah. Pulang ke rumah lebih awal pun buat apa. Lagipula pada saat itu siapa yang peduli?
Sampai akhirnya saya mengalami semacam proses menerobos waktu. Semua terjadi sangat cepat. Shofy, anak saya yang pertama sudah bisa belanja jajanan sendiri ke warung. Syifa, si bungsu mulai lancar berbicara. Semuanya seakan terjadi hanya dalam hitungan pekan.
Anak-anak makhluk yang unik. Mereka bisa menurunkan kesombongan hingga level terendah. Bisa menerima segala masukan dengan lapang dada dan menjadi gelas yang selalu kosong dan siap diisi. Mereka melakukannya secara alamiah tanpa mereka sadari.
Saya bisa merasakan energi yang melimpah bila melihat mereka. Seakan bisa melihat minat dan bakat mereka bahkan ketika mereka sedang terlelap. Saya seakan punya kekuatan ekstra untuk mendorong mereka meraih apapun cita-cita mereka. Harapan saya membumbung setinggi langit, jauh melampaui realita. Prioritas utama adalah milik mereka. Mereka tidak perlu melihat keringat dan darah kami, orang tua mereka. Mereka hanya perlu bertekad. Dan tekad itulah yang akan menguatkan kami.
Rasa lelah hilang seketika. Berganti rasa bahagia. 30 menit kemudian Shofy dan Syifa lelap. Ummi menyiapkan makan malam yang tertunda. Dalam hati saya sangat mensyukuri keberadaan mereka para perempuan di sekitar saya. Ibu, istri dan anak-anak, perempuan–perempuan sumber inspirasiku.
Beruntung sekali ya hidup dikelilingi dengan perempuan perampuan penuh inspirasi π
Hati2 dengan luka dan bekas jatuhnya ya, jangan lupa diurut π
andai istri mas membaca postingan ini..betapa terharunya dia mas π
Asliii… adem banget aku baca tulisan di atas. Semoga saja semua suami2 di dunia ini juga mensyukuri keberadaan dan cinta dari anak2 dan istrinya. π
Semoga ke depan makin pinter mensiasati keterbatasan waktu demi kebersamaan dg istri dan anak2 ya? Waktu yang terlewatkan tak akan dapat kembali soalnya.
BTW salam utk istri dan kedua permata hati ya?
“Sesuatu” banget ya, ketika sampai di rumah disambut oleh org2 yg kita sayangi. Postingan yg menyentuh hati.