Traveling ke Bali sepertinya sudah mainstream buat penyuka jalan-jalan di Indonesia. Saking mainstreamnya, waktu saya baru menikah aja istri minta bulan madunya ke Bali. Meskipun waktu itu gak jadi, akhirnya kali ini kami berangkat juga.
Ini mungkin trip Bali saya yang beda dari yang sebelumnya. Kalau dulu saya tripnya sendirian (di tahun 2003, 2004 dan 2006), kali ini tripnya bareng istri tercinta dan anak. Saya sudah wanti-wanti kalau trip backpacker itu lelah dan menyusahkan. Lelah karena most of the time kita kudu mempadu-padankan antara budget dan waktu, dan menyusahkan karena dengan pertimbangan bawa istri dan anak balita 3,5 tahun gak mungkin lari-lari ngejar mobil bak sayur demi tumpangan.
Tapi trip saya kali ini sama sekali gak pake ala backpacker. Rasanya gak tega kalau mesti ngirit ini-itu dan mengorbankan kenyamanan istri dan anak yang masih kecil.
Maka mulailah saya hunting tiket (murah) dari Makassar ke Denpasar. Hunting bulan Oktober, berangkat bulan April. Dapatnya Air Asia seharga 150.000 perorang. Rp 450.000 untuk kami bertiga sekali jalan.
Half the Clothes, Twice the Money
Ada yang bilang, “kurangi pakaian setengahnya, dan perbanyak duitnya dua kali lipat.” Ini kayaknya jadi standar baku sebelum memulai trip. Tapi ini gak berlaku buat trip saya kali ini. Pertama, bawaan istri saja sudah cukup banyak, belum termasuk bawaan istri yang katanya adalah pakaian untuk anak, dan bawaan istri yang katanya adalah perlengkapan tambahan. Kedua, saya juga bawa seperangkat alat selam tunai, yang kalau ditimbang beratnya 13 kg sendiri. Jadilah bawaan kami menjadi 4 buntal: 1 tas carrier, 1 travel bag dorong, 1 tas dive gear, dan 1 buah tas tangan istri.
Kami jadi mirip grup lenong mau pentas.
Oh iya. Salah satu tujuan trip kami kali ini adalah Tulamben. Salah satu desa nelayan di sisi timur laut pulau Bali. Dan karena kita mau ke Tulemban, berarti gak boleh melewatkan diving di Wreck Liberty. Makanya divegearnya ikutan.
Wisata Pura dan Pantai
3 hari landtrip, 1 hari divetrip. Sounds perfect at the first. Hari pertama kami akan jalan ke Bali Selatan dulu. Targetnya adalah Garuda Wisnu Kencana, pantai Benoa, pantai Pandawa, Uluwatu dan Jimbaran. Hari kedua ke Bali Timur dengan target melihat beberapa atraksi seperti tari Barong, kesenian batik dan patung, danau Batur Kintamani, terasering Tenggalang Gianyar, monkey forest di Ubud, goa Gajah dan Tampaksiring. Hari ketiga ke Bali Utara dengan target Tanah Lot dan jalan-jalan ke pasar. Hari terakhir ke Tulamben untuk diving.
Tapi faktanya rute ini jadi banyak penyesuaian setelah kami tiba di Bali. Saya yang biasanya traveling sendiri harus menyesuaikan ritme perjalanan dengan kondisi anak kami Shofiyyah yang masih balita. Namanya juga anak kecil, cenderung cepat lelah dan bosan. Kalau sudah lelah dan bosan biasanya bakal rewel. So, hal pertama yang saya siapkan untuk trip ini adalah transportasi dan penginapan yang nyaman.
Where to Stay, What to Eat
Cari penginapan di Bali sebenarnya gak susah. Sesuaikan dengan bujet aja. Kalau pengin yang di bawah Rp 300.000 per malam, banyak di Gang Poppies (1 dan 2), Jalan Three Brothers, Jalan Raya Tuban, Gang Puspa Ayu, sampai Jalan Bakung Sari.
Masuk ke gang-gang kecil dari jalan utama seperti Jalan Raya Kuta dan Jalan Raya Tuban, banyak juga hotel-hotel kecil ala guesthouse yang murah. Beberapa malah seperti kos-kosan dengan harga bisa di bawah Rp 100.000.
Hotel-hotel berbintang sih lebih gampang lagi. Banyak di Jalan Kartika Plaza, Jalan Legian, dan Jalan Raya Kuta.
Karena kali ini saya bareng istri dan anak, saya putuskan untuk nyari hotel saja. Untungnya karena waktu persiapannya lumayan cukup, saya bisa dapat harga promo dari Agoda di hotel Bali Summer di Jalan Pantai Kuta No.38. Ini hotel strategis banget lokasinya karena dekat dengan pusat keramaian di Kuta dan Legian. Sudah include breakfast dan ada kolam renangnya! Gak penting-penting amat sih ada kolam renangnya atau tidak, tapi seriously kolam renang bisa jadi hiburan buat anak kecil main ciprat-cipratan.
Kalau dulu biasanya sewa motor atau angkutan umum, kali ini dengan bantuan kenalan di Bali saya bisa dapat carteran mobil dengan harga super murah (termasuk sopir dan bensinnya) selama di Bali. Harganya lebih rendah dari sewa mobil termurah yang saya dapat dari hasil browsing. So.. I took it. Oh iya, kita gak perlu pusing dengan jatah makan si pak sopir karena beberapa rumah makan akan ngasi jatah makan gratis buat sopir kalau dia bawa tamu.
Makanan di Bali juga banyak pilihan. Mau makanan tradisional, nusantara atau internasional. Tapi untuk cari makanan halal agak susah. Kalau siangnya kami makan di warung sesuai rute trip, maka malamnya saya dan istri lebih suka makan di warung padang satu blok dari tempat kami menginap. Dari hotel ke warung tinggal jalan kaki sedikit. Saya lupa nama warungnya tapi rekomen banget untuk rasa dan harganya.
Jalan-jalan ke Bali Selatan
Rute ini paling favorit buat wisatawan domestik karena full dengan objek wisata pantai. Kalau ke rute ini jangan lupa siapin sunblok, kacamata, handuk, baju ganti dan duit cash. Air mineral juga jangan sampai kosong dan harus selalu ada dalam ransel.
Pagi-pagi sekali setelah sarapan, pak Ahmad (supir yang kami sewa) sudah SMS kalau dia sudah di parkiran hotel. Jam 6.30 tepat kami berangkat langsung ke Tanjung Benoa. Tanjung Benoa sendiri adalah sebuah kelurahan dengan 6 banjar yaitu Banjar Kerta Pascima, Anyar, Tengah, Purwa Santi, Panca Bhineka, dan Banjar Tengkulung. Kelurahan ini terletak di kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung – Bali, daerahnya berdekatan dengan Nusa Dua. Kami tiba sekitar pukul 7 lebih dikit. Belum terik-terik amat.
Ada 3 tipe permainan di sini:
- Di atas air: jetski, banana boat, parasailing, fying fish
- Di bawah air: sea walker, snorkeling dan scuba diving.
- Rekreasi keluarga: glass bottom boat dan pulau penyu
Beberapa di antara yang pernah saya cobain adalah jetski, banana boat, parasailing, flying fish, dan sea walker. Tapi berhubung kali ini saya gagal meyakinkan istri dan Shofy bahwa permainan ini aman dan sudah dicover asuransi, akhirnya kami memilih tipe permainan ketiga, rekreasi keluarga!
Kami ke Pulau Penyu!
Tiket masuk ke pulau penyu ini cuma Rp 10.000. Tapi untuk sampai ke pulau Penyunya sendiri musti naik glass-bottom boat, perahu yang ada kaca persegi di bawahnya buat liat-liat ikan dan terumbu karang. Sebenarnya atraksi glass bottom ini kurang menarik buat saya yang lebih prefer langsung nyemplung dan menyelam sekalian. Tapi karena ini adalah transportasi yang tersedia apa boleh buat.
Biasanya harga tiket masuk ini sudah include sama harga sewa perahunya which is Rp 200.000 – 400.000. Nama tempatnya sebenarnya Deluang Sari, tapi lebih populer dengan Pulau Penyu karena.. banyak Penyunya!
Di pulau penyu ini ternyata bukan cuma ada penangkaran Penyu. Ada juga hewan lain seperti Elang, Kelelawar, Ular, dan beberapa Reptil. Yang bikin saya kagum adalah para tour guidenya yang mostly orang-orang pulau setempat yang sangat fasih bicara berbagai bahasa tergantung tamunya. Mereka menjelaskan dengan bahasa Inggris, Jerman, China, Jepang, dan semua kedengaran riuh di satu lokasi penangkaran ini.
Dari Tanjung Benoa kami ke Garuda Wisnu Kencana
Entrance-feenya Rp 100.000 perorang. Kawasan ini sebenarnya adalah kawasan komersil yang terpusat pada patung Wisnu mengendarai Garuda yang direncakan akan setinggi 126 meter setelah selesai. Ini bakal jadi patung tertinggi di dunia mengalahkan patung Liberty di USA yang tingginya hanya 96 meter.
Di sini kami nonton atraksi Tari Bali dan Rindik Instrument di Amphitheather. Selain Amphitheather ada juga taman Indraloka, Lotus Pond, Tirta Agung dan pastinya Wisnu Plaza, lokasi patung Wisnu ini bakal berdiri.
Makan di kawasan GWK ini juga affordable. Tepat di depan gerbang masuk GWK ada jejeran cafe yang jualan makanan. Menunya nasional dan yang paling penting harganya gak terlalu aneh. Di sini kami makan siang.
Pesona Pura Luhur Uluwatu di Atas Tebing
Pura ini adalah 1 dari 6 Pura Sad Khayangan atau Pura utama di Bali. Lokasinya di Desa Pecatu, Kecamatan Kuta, Badung. Perjalanan ke sini kurang lebih sejam dari pantai Dreamland (searah kalau dari Garuda Wisnu Kencana).
Sampe di Uluwatu rupanya masih terlalu siang. Acara puncak sebenarnya sore menjelang malam karena ada tari Kecak Api di sana. Tapi karena kita datangnya masih siang menjelang sore, jadilah susasana sepi ini jadi makin matching dengan mood di siang hari yang berangin. Ditambah lagi pemandangan dari puncak tebing ke arah pantai Pecatu yang keren banget.
Salah satu atraksi yang (menurut Shofy) paling unforgettable di sini adalah Monyet yang buanyak banget. Udah banyak, iseng pulak. Sebelumnya kami memang sudah diingatkan sama bapak-bapak yang jaga loket tiket, Monyet di Uluwatu suka iseng ngambil kacamata, tas tangan, topi dan kami syukurnya gak bawa barang-barang itu. Tapi mungkin karena Monyetnya kesal gak bisa merebut apa-apa dari kami, jadilah salah satu sandal Shofy yang direbut langsung dari kakinya. Alhasil terjadi kehebohan karena Shofy shock dan nangis jerit-jerit sendalnya dibawa kabur monyet. Untungnya sendalnya bisa diambil kembali setelah dibantu sama salah satu Bli yang ada di sana.
Setelah kejadian itu Shofy gak mau pakai sendal itu lagi. Mungkin Shofy pikir kalau pakai sendal itu tiba-tiba bakal muncul Monyet dan ngejar-ngejar dia.
Kita akhirnya nyariin sendal baru buat Shofy.
Chasing Sunset di Jimbaran
Menjelang Sunset kami meluncur ke Jimbaran. Sumpah ini rutenya text book banget: Benoa, GWK, Dreamland, Uluwatu, Jimbaran dan berakhir di penginapan.
Lokasi pantainya yang pasir putih, agak menjorok ke arah laut dan dirimbuni pohon-pohon tropis di sisi timur dan matahari tenggelam di ujung barat memang jadi daya tarik utamanya. Daya tarik tambahannya adalah jejeran restoran seafood yang memang disetting matching sama pantainya. Meja dan kursi makan disusun demikian rupa di atas pasir putih.
Somehow, makan malam dan duduk lama-lama di sini ternyata bisa bikin masuk angin jugak.
Baca cerita jalan-jalan saya ke Bali Timur di sini.