Yang berbeda di Ramadhan tahun ini selain perut saya yang mulai berlemak di beberapa bagian dan beberapa pakaian yang kelihatannya kekecilan adalah jam bangun sahur saya yang kadang menjadi lebih awal. Bukan karena saya harus masak dulu sebelum makan sahur tapi karena ada aktifitas lain yang lebih menarik untuk saya lakukan. Mengganti popok!
Iya, si kecil Shofy punya kebiasaan nangis kalau habis pipis. Awalnya memang sulit menerjemahkan tangisannya. Tapi setelah beberapa hari berlalu akhirnya bisa saya terjemahkan sebagai kalimat ancaman “Abi, gantiin popok Shofy atau Shofy minggat!” Tentu saja sebagai ayah yang bijaksana saya akan memilih pilihan pertama karena memang Shofy belum bisa ganti popok sendiri apalagi minggat. Boro-boro minggat, terakhir saya lihat, Shofy menangis karena kaget oleh kentutnya sendiri yang memang cukup keras, haha.. Lalu soal pengaturan posisi di tempat tidur kami yang pas-pasan, belakangan saya mencurigai adanya konspirasi terselubung antara Shofy dan umminya untuk mengakuisisi 90% luas kasur. Menyisakan hanya seiprit bagian yang kira-kira hanya cukup untuk meletakkan kepala saya saja. Tapi tidak apa-apa, saya sebagai laki-laki akan mengalah demi dua wanita tercintaku.
Ramadhan tahun lalu saya harus menyiapkan menu makan sahur dan buka puasa dengan kreatifitas sendiri. Sebagai anak kost saya berhasil menyusun beberapa metode yang terbukti sukses selama hampir 9 tahun ngekost.
- Kumpulkan biodata (utamanya alamat lengkap) teman2 yang berpuasa dan berdomisili lokal.
- Cari tau menu harian buka puasanya. Kalau perlu, menyamar sebagai tukang ledeng biar bisa nguping obrolan menu buka puasa mereka. Bila sudah terkumpul, bandingkan dan tentukan skala prioritas akan berbuka puasa di mana hari ini.
- Sebisa mungkin siapkan strategi untuk mencari kesempatan bertamu di rumah teman yang saat itu siap dengan hidangan buka puasa. Usahakan bertamu minimal 5 menit sebelum bedug maghrib.
- Yang paling brilian adalah usahakan bisa bungkus makanan untuk bawa pulang. Lumayan buat sahur.
Meskipun Ramadhan tahun ini tidak seperti itu lagi, sudah ada makanan sahur dan buka puasa yang siap santap, tapi jujur saja saya kadang masih rindu kondisi di mana menyiapkan sahur dan buka puasa untuk diri sendiri adalah hal yang sulit, rumit dan mengerikan. Dan saya yakin ini adalah bawaan insting. Bahwa insting saya sebagai mantan anak kost lebih peka terhadap buka puasa dan makan sahur gratis.
Dan begitulah, saya memerankan peran baru tahun ini yang sama sekali berbeda dengan Ramadhan tahun-tahun sebelumnya. Tahun lalu cuma ada saya dan kasur butek di kamar kost. Tahun ini ada Shofy dan umminya. Praktis di awal-awal kelahiran Shofy, semua pekerjaan rumah tangga saya kerjakan. Nyapu ngepel, cuci seterika, beres2, mandiin, gantiin popok, semuanya melelahkan. Tapi tetap saja saya ketagihan.
wkkk aku suka yang ini neh “4.Yang paling brilian adalah usahakan bisa bungkus makanan untuk bawa pulang. Lumayan buat sahur.”
good idea
Aku hampir mirip sama Oculy … 😀
sedikit bedanya aku memang dapat jatah dari masjid setiap harinya yaitu dapat buka bersama gratis dan sekaligus sahur 😀
keliling maghrib di mesjid aja Cha, biasanya banyak ta’jil 😀
hihihi, anak kostan yg strategic oportunis.
mhh.. good man!!
solusi unik di era krisis…..
mumpung lagi puasa, kapan lagi…
Selamat menuikan ibadah puasa yach.. 🙂
selamat menunaikan ibadah puasa mas 🙂
Happy belated Idul Fitri… 🙂 maaf lahir bathin atas semua kesalahan… sengaja ataupun tidak disengaja.
Salam,
Tuteh