Blog, Traveling
Traveling China – Bahasa Manusia Bahasa Cinta
Saya mengayun-ayunkan tangan ke arah bokong, menggerakkan pinggul, menirukan gaya orang yang menutup resleting celana.
“Ma’m, do you know where can I find toilet around here?” sekali lagi saya coba bertanya. Yang ditanya hanya merespon dengan bahasa tubuh yang aneh. Dia terkekeh mesum dan menatap lekat ke arah bokong saya sambil komat-kamit. Sama sekali tidak menunjukkan arah toilet yang saya cari. Gagal.
Hari itu saya sedang menghabiskan siang di Tea stream Valley, tempat hiburan modern bertema puncak bukit yang berada di distrik Dameisha provinsi Guangdong, China. Saya sampai kebingungan menjelaskan arti kata toilet sebelum akhirnya tau bahwa mereka menyebut toilet sebagai wash room.
Lain di Dameisha, lain lagi di sentra perbelanjaan di pusat kota Shenzhen di Huaqiangbei. Saat itu saya sedang menemani seorang teman yang ingin berburu batu giok. Sebenarnya batu giok China ini bisa ditemukan dijual oleh pedagang perhiasan kaki lima. Di emperan toko, di atas jembatan penyeberangan atau di tengah kerumunan pasar. Namun keasliannya tidak terjamin. Lagi pula, membeli di toko perhiasan lebih meyakinkan karena disertai sertifikat keaslian dan nomor register. Jadilah saya dan teman saya keluar masuk toko perhiasan demi mencari gelang giok dengan harga murah.
“What makes this special?” Tanya teman saya pada si Mbak penjaga counter sambil menunjuk perhiasan giok dalam kaca. Bentuknya seperti liontin bermata tiga. Tiap buah matanya lebih kecil dari koin Rp 1000 yang tebal. Tapi yang bikin kami kaget, harganya 650 ribu Yuan. Sekitar 1 Milyar Rupiah!
Si Mbak penjaga counter mengeluarkan telepon genggamnya, Hp China bersistem operasi Android. Setelah sibuk mengetik sesuatu, dia menunjukkan teleponnya pada kami. Ada tulisan China yang diterjemahkan dengan program translator google. Di bawahnya tertulis, “What can I help you?”
Saya dan teman saya berpandangan. Lalu kami tertawa, membiarkan si Mbak kebingungan. Kami sadar bahwa percakapan ini akan berlangsung menarik. Si Mbak jelas tidak mengerti bahasa Inggris karena pertanyaan kami tadi tidak dijawab langsung. Selanjutnya, komunikasi kami berlangsung tanpa suara. Saya mengetikkan sesuatu dalam bahasa Inggris di hp saya, lalu saya terjemahkan ke bahasa China dan saya tunjukkan pada si Mbak penjaga counter. Si Mbak, menjawabnya dengan cara yang sama menggunakan hp-nya. Seperti itu, hingga akhirnya saya dan teman saya membeli masing-masing satu gelang giok berwarna hijau dan bersertifikat.
Sejak saat itu, saya mengandalkan google translate setiap berkomunikasi dengan penduduk lokal. Kondektur bis, polisi, penjual di warung-warung, semuanya.
Namun di samping kemudahan dan manfaatnya, aplikasi google translate ini justru membuat lelucon kehilangan momentumnya. Akan tercipta jeda yang cukup lama antara tiap lelucon dan tawa. Saya akan mengetikkan lelucon dalam bahasa Inggris atau Indonesia untuk saya terjemahkan ke bahasa China, saya tunjukkan pada lawan bicara, lalu beberapa saat kemudian lawan bicara saya akan tertawa dengan garing.
*****
Bahasa sering kali menjadi kendala saat melancong ke luar negeri. Terutama bila tempat yang kita datangi tidak menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa nasionalnya. Kadang saya bertanya, bagaimana sebuah bahasa tercipta pada awalnya. Di sana berbahasa Rusia, di situ bahasa Jerman, di sini bahasa Indonesia dan di sisi lain bumi ini berbahasa Arab. Tercipta jarak antar manusia ketika mereka tidak saling mengerti bahasa satu sama lain. Siapa sebenarnya penemu bahasa yang mereka gunakan saat ini? Seperti siapa penemu bahasa Indonesia?
Saya teringat si kecil Shofy saat berumur 1 bulan. Tidak ada bahasa yang bisa diucapkannya selain tangis. Ketika dia menangis, saya akan mendekapnya dalam gendongan. Tidak lama kemudian Shofy akan diam dan membenamkan kepalanya dalam-dalam. Shofy seakan mengerti bahwa ada cinta yang menjadi jembatan antara kami. Tanpa perlu bersuara dengan bahasa lisan.
Saya percaya bahwa bahasa manusia adalah bahasa cinta. Ada bagian kecil di hati kita yang saling terhubung dengan cinta. Bila tangis terdengar di salah satu sisi bumi, segera akan berganti senyum bila mereka tau ada cinta yang akan mendekap mereka bahkan dari sisi bumi lainnya. Kita bisa saling mengerti tanpa perlu membuka kamus.
Untunglah di dunia ini ada bahasa cinta yah 🙂
dan untung juga ada google translator 🙂
wah..kebayang deh repotnya berkomunikasi …. tapi tetap aja untung ada Google Translate ya..
antara pembeli dan penjual sama-sama cerdasnya dengan make google terjemah.
Coba waktu di toilet nunjukkan cara yang sama, mungkin pikiran mesum yang ditanya nggak sampai keluar
Wah jadi pingin ke Cina,
Wah gelang gioknya bagus.. btw jadi gampangnya gara2 teknologi.. patut dicoba nih. *cari hp yg ada google translate*
dulu sih biasanya pake kamus sekarang udah pake google translate, makin mudah walau sedikit merepotkan.. hehe
Waaah, waktu kecil saya punya gelang seperti itu. Bedanya, beli di Balikpapan, tidak bersetifikat dan harganya kurang dari sepuluh ribu #eh hehehehe
kok kalo di foto gelangnya jadi bagus gitu 🙂