Mungkin semua orang sudah tahu kalau peringatan kemerdekaan Indonesia yang jatuh pada tanggal 17 Agustus tiap tahunnya selalu identik dengan macam-macam kegiatan perlombaan seperti balap karung, makan kerupuk, sepak bola mini atau panjat pinang. Orang-orang menyebutnya acara tujuh belasan. Bagi saya, tujuh belasan itu KAMPUNGAN!.
Hari libur 17 Agustus tahun ini saya pakai untuk sesempat-sempatnya pulang kampung. Sudah hampir enam bulan saya tidak pulang. Di kampung, saya tinggal di lingkungan dengan tradisi NASIONALISME yang kental. Semuanya serba “terlalu Indonesia” kalau tidak mau dibilang “kampung saya banget”. Mulai dari acara urun rembug di kantor kelurahan, pengaturan jadwal ronda malam, kerja bakti di hari libur, temu warga di rumah kepala RW sampai acara arisan yang pesertanya hampir seluruh warga di lingkungan saya. Bukannya saya anti Nasionalisme, cuma menurut saya semua itu terlalu muluk-muluk dan buang waktu. Dibandingkan dengan kegiatan saya sehari-hari di kota tempat saya kuliah dan kerja, ritme kehidupan di kampung saya rasanya sangat lamban dan menjemukan.
Contoh saja untuk acara arisan. Biasanya nuansa acara sudah terasa di seluruh kampung sehari sebelum pelaksanaannya. Rumah keluarga yang menjadi pelaksana bisa lebih meriah dari acara kawinan. Dan yang paling membuat saya kesal dan kadang menyesal untuk ikutan hadir di arisan adalah acara sambutan dari kepala RW, dari wakil kepala RW, dari bendahara, dari tuan rumah dan lain-lain yang kadang bisa menghabiskan waktu berjam-jam. Padahal isi sambutannya kurang lebih sama dengan yang sudah disampaikan pada acara yang sama minggu lalu. Mau menghindar untuk tidak hadir, gak enak sama yang lain. Menurut mereka sih, arisan itu penting. Buat tabungan, katanya. Apa tidak ada cara yang lebih bagus untuk menabung? Koperasi atau Simpedes, mungkin? Jangan membayangkan film Arisannya Tora Sudiro, arisan di kampung saya jauh lebih norak.
Lalu ada lagi acara kerja bakti. Luar biasanya, kerja bakti selalu saja dijadualkan di hari libur. Kerja membersihkan selokan dan rumput-rumput sepertinya cuma menjadi judulnya saja. Bukannya kerja bakti, yang ada malah acara bergosip. Jangan salah, bapak-bapak di kampung saya juga jago bergosip. Mulai dari omongan politik, sepak bola sampai sinetron. Sebagian besar waktu yang ada hanya akan habis dengan duduk nongkrong sambil minum teh manis panas dan kue-kue yang sudah disiapkan ibu-ibu yang hadir. Padahal hari libur buat saya adalah hari yang tepat untuk beristirahat, bukannya malah ikutan kerja bakti. Intinya, banyak sekali kegiatan yang kurang bermanfaat yang selalu dilakukan berulang-ulang. saya sendiri bingung, apa orang di kampung saya belum mengenal yang namanya efektifitas dan efisiensi? atau mungkin memang begitu cara mereka bertahan hidup?
Sialnya begitu saya tiba di kampung seminggu sebelum tanggal 17 Agustus kemarin, saya disambut hangat oleh warga dan teman-teman saya. Sebagian bahkan mengusulkan saya menjadi ketua panitia acara tujuh belasan. Tentu saja saya menolak. Acara tujuh belasan bagi saya adalah buang-buang waktu dan sama sekali tidak bermanfaat. Coba saja, tahun lalu seingat saya ada lomba-lombaan yang aneh seperti sepak bola bencong, cabut koin dari pepaya yang dilumurin oli, belum lagi dirangkai dengan acara penutupan yang diisi dengan acara dangdutan, pembagian hadiah dan layar tancap. Bukan karena saya gak suka dangdut, tapi lebih karena mindset saya yang mengklaim kegiatan seperti itu adalah norak. Dengan halus saya akhirnya berhasil menghindar menjadi ketua panitia meskipun sebagai gantinya saya diminta menjadi peserta semua lomba yang ada. Dan saya setuju. Yah, apa boleh buat..
saya akhirnya mengikuti 8 macam lomba. Panjat pinang, balap karung, sepak bola mini, tarik tambang, makan kerupuk, gigit koin, gebuk bantal dan tusuk jarum. Pelaksanannya sampai 4 hari dan pesertanya hampir semua orang sekampung. Ajaibnya, saya sama sekali gak merasa jemu. Sebaliknya saya merasa nyaman. saya malah sangat antusias, jauh dari apa yang saya pikir sebelumnya. saya sadar bahwa saya berada di tengah-tengah orang yang saling menghargai dan menyemangati. Semangat persaudaraan yang begitu akrab tiba-tiba mampu menjadi motivator saya. Mungkin karena saya belum pernah merasa sebegitu dekatnya dengan lingkungan saya selama ini. Dan untuk pertama kalinya dalam hidup saya, saya merasa “berada di kampung halaman saya”. Ini membuka mata saya tentang pentingnya arti kekeluargaan, kebersamaan dan kerja sama. Tradisi warisan yang menjadi kekuatan kita sebagai warga Indonesia. Tradisi yang mulai terkikis oleh gengsi dan idealisme. Kekayaan yang terkadang kita sendiri malu untuk memilikinya. Yah, persis seperti saya.
saya akhirnya sadar. Kegiatan ronda malam, kerja bakti, arisan dan tujuh belasan sama sekali jauh dari arti “kampungan” seperti yang selama ini saya anggap. Semangat kekeluargaan dan toleransi, begitu mungkin maksud tersiratnya. Toh dalam hati ternyata saya merasa jauh lebih bahagia berada di tengah-tengah warga yang “terlalu Indonesia” di kampung saya di banding kehidupan kota tempat saya kuliah dan kerja yang terlalu egoistis. Disadari atau tidak, kita semakin kehilangan jati diri sebagai bangsa Indonesia yang terkenal dengan budaya ketimurannya. Kekeluargaan, kebersamaan dan kerja sama. Hal yang sebenarnya tidak pernah hilang selama ini. Kita hanya perlu membuka mata dan tidak membohongi diri sendiri.
Hari ini saya harus balik lagi ke kota. Jujur aja, berat banget rasanya.. Di sana saya gak mungkin bisa jadi juara 2 balap karung, juara 3 tusuk jarum dan juara 1 makan kerupuk. saya malah sama sekali gak kenal dengan tetangga di samping kost-an saya. Beda dengan di kampung yang hampir semua orang sudah saya kenal akrab. Waktu penerimaan hadiah semalam saya dapat hadiah frame foto, sarung dan kipas angin dan saya benar-benar senang. Bukan karena hadiahnya, tapi lebih karena waktu yang saya habiskan bersama-sama selama acara tujuh belasan.
Ah.. tidak sabar saya menunggu tujuh belasan tahun depan.
Selamat ulang tahun Indonesiaku.
waks… ya sih, menurut gw juga gitchu, emang sih rada aneh aja gitu, mereka pake arisan, tapi arisannya pake makan2, tu kan kluar duit juga, trus yg gotong royong, yg lomba2 itu, itu semua semangatnya yg berasa beda. gak tau klo di kampung2 gitu yah, berasa banget persodaraannya, gak kayak jakarte yg kaku, ama tetangga aja jarang2 ad yg kenal… gimana indonesia mau majuuuu *lho emang ad hubungannya yah*, hauhauhu, ngawur nih sayah, segini aja, keburu tambah ngawur
kekekeke… ^___^
btw jujuur, yg postingan sayah ituh gak niat ikut lomba tau, hahaha, emang dah ada dari sononya sblm pengumuman 😀
sukses yaaaaks lomba entrynya ^__^
hahaha… judulnya menipu banget… hehehe…
tapi top dah!
sukses lomba entry-nya yah? =)
jadi juara ya cha?
hadiahnya apaan nih???
Peserta, entry lomba di blog ini, panitia posting juga di blog khusus http://lomba-blogfam.blogspot.com untuk keperluan kemudahan member Blogfam dalam memilih ‘pemenang favorit lomba entry 17-an Blogfam’ yang akan dilaksanakan pada 26-29 Agustus 2005 di Galery Kreasi Blogfam. Mengingat jumlah peserta lomba entry mencapai 61 peserta. Pesan ini sebagai pemberitahuan. Terima kasih atas partisipasi dan kesediaannya. Selamat Berlomba 😉
hehehe.. cara yang KEREN wat memperingati 17-an.. keep rockin bro.. i give you 8.. sukses yoo.. merdekaa untuk indonesia tercinta..
emang enak di kampung ya, ama tetangga sebelah rumah masih kenal. bisa gotong royong. guyub. sering-sering pulang kampung kale ya…
uuh.. jadi pengin pulang kampung nih..
hehehe.. kampuang nan jauah dimato
Merdeka Ucha! Saya juri lomba entry 17-an blogfam. Semoga menang ya ? Kapan nulis cerfet lagi ?
well…
sukses lombanya & met wiken yah 🙂
Dasar ‘kampungan’ ! hehehe
Permisi, juri numpang lewat.. Lanjut lagi ah..
Merdeka, ah!!
hehe.. ucha ucha..
ibu juri jg ikutan lewat ah..
makasih udah ikutan lomba 17-an blogfam ya.
jadi inget pas di kampungku dulu.. sekarang sih dah sepi.. remajanya udah pada cabut ke luar kota semua…
huhuh… kangen….
yyoooooooo dangdutannnn !!! *sambil goyang2 jempol*
jadi kangen pengen pulang kampung 🙁
kalo di komplekku rasanya ga seru deh 17annya. pada sok elite semua. jaim. lomba macem2 tetep aja jaimnya minta ampun.
mengingatkan gw pada arti penting kebersamaan, ternyata kebersamaan yang penuh keceriaan akan selalu memotivasi kita untuk saling menyayangi…skrg gw jauh dari itu semua, namun tetap timbul rasa sayang pd semua kenangan 17an gw di kampung…maju terus Indonesiaku…
bagi gue acara tujuh belasan sangat berkesan, kebetulan pada tanggal itu adalah hari kelahiran gue’perjuangan nyokap gue ngeluarin gue pada tanggal itu
bagi gue acara tujuh belasan sangat berkesan, kebetulan pada tanggal itu adalah hari kelahiran gue’perjuangan nyokap gue melahirkan gue.
ga tuch ` 17 belasan itoe ga kampoengan
tujuh belasan gak kampungan!!!!!
hari ultah gue tuch….
kan 17-an cuma bwt meriahkan kemerdekaan indonesia….
Baru nyadar 17-an itu nggak kampungan
di sekolahku saja setiap tahun ada lombanya